Hukum
Bersedekap
Para ulama bersepakat bahwa
bersedekap ketika shalat adalah hal yang disyariatkan, berdasarkan hadits dari
Sahl bin Sa’ad radhiallahu’anhu:
كان الناسُ
يؤمَرون أن يضَع الرجلُ اليدَ اليُمنى على ذِراعِه اليُسرى في الصلاةِ
“Dahulu orang-orang diperintahkan
untuk meletakkan tangan kanan di atas lengan kirinya ketika shalat” (HR. Al
Bukhari 740)
Sebagian orang ada yang menukil
pendapat Imam Malik bahwa beliau menganggap makruh bersedekap dalam shalat dan
beliau menganjurkan irsal, yaitu membiarkan tangan terjulai disamping.
Namun yang shahih adalah bahwa beliau juga berpendapat disyari’atkannya
bersedekap. Buktinya dalam kitab Al Muwatha, beliau membuat judul bab:
باب وضع
اليدين إحداهما على الأخرى في الصلاة
“Bab: Meletakkan kedua tangan, yang
satu di atas yang lain, ketika shalat”
Walaupun dalam hadits Bukhari tadi
terdapat ungkapan perintah untuk bersedekap, namun tidak diketahui perkataan
dari salaf, baik dari sahabat, tabi’in, maupun tabi’ut tabi’in atau pun para
imam madzhab yang menyatakan wajibnya bersedekap dalam shalat (lihat Sifat
Shalat Nabi Lit Tharifi, 84). Dengan demikian bersedekap dalam shalat
hukumnya sunnah tidak sampai wajib.
Bentuk
Sedekap
Para ulama bersepakat bahwa tangan
kanan berada di atas tangan kiri, namun mereka berbeda pendapat mengenai
rincian bentuk sedekap, yang merupakan khilaf tanawwu’ (perbedaan dalam
variasi). Walaupun demikian, cara yang bersedekap yang benar dibagi menjadi dua
cara:
- Cara pertama yaitu al wadh’u
(meletakkan kanan di atas kirim tanpa melingkari atau menggenggam). Letak
tangan kanan ada di tiga tempat: di punggung tangan kiri, di pergelangan
tangan kiri dan di lengan bawah dari tangan kiri. Dalilnya, hadits dari
Wa’il bin Hujr tentang sifat shalat Nabi,
ثم وضَع يدَه
اليُمنى على ظهرِ كفِّه اليُسرى والرُّسغِ والساعدِ
“..setelah itu beliau meletakkan
tangan kanannya di atas punggung tangan kiri, atau di atas pergelangan tangan
atau di atas lengan” (HR. Abu Daud 727, dishahihkan Al Albani dalam Shahih
Abi Daud).
Dalam Madzhab Maliki dan Hambali, mereka menganjurkan meletakkan tangan kanan
di atas punggung tangan kiri. Sedangkan dalam Madzhab Syafi’i, tangan kanan
diletakkan di punggung tangan kiri, di pergelangan tangan kiri dan di sebagian
lengan (Mausu’ah Fiqhiyyah Kuwaitiyyah, 27/87).
- Cara kedua yaitu al qabdhu (jari-jari
tangan kanan melingkari atau menggenggam tangan kiri). Dalilnya, hadits
dari Wa’il bin Hujr radhiallahu’anhu:
رأيتُ رسولَ
اللَّهِ إذا كانَ قائمًا في الصَّلاةِ قبضَ بيمينِهِ على شمالِهِ
“Aku Melihat Nabi
Shallallahu’alaihi Wasallam berdiri dalam shalat beliau melingkari tangan
kirinya dengan tangan kanannya” (HR. An Nasa-i 886, Al Baihaqi 2/28,
dishahihkan Al Albani dalam Shahih An Nasa-i).
Adapun di luar dua cara ini, seperti
meletakkan tangan kanan di siku kiri, atau di lengan atas, adalah kekeliruan
dan tidak ada satupun ulama yang membolehkannya.
Syaikh Muhammad bin Shalih Al
Utsaimin mengatakan: “Kita pernah melihat orang yang bersedekap dengan memegang
sikunya, apakah ini ada dasarnya? Jawabnya, ini tidak ada dasarnya sama sekali”
(Syarhul Mumthi’, 3/36).
Sebagian ulama membedakan tata cara
bersedekap laki-laki dengan wanita, namun yang tepat tata cara bersedekap
laki-laki dengan wanita adalah sama. Karena pada asalnya tata cara ibadah
yang dicontohkan oleh Nabi itu berlaku untuk laki-laki dengan wanita
kecuali ada dalil yang membedakannya.
Letak Sedekap
Para ulama berbeda pendapat mengenai
letak sedekap. Madzhab Hanafi dan Hambali berpendapat bahwa letak sedekap
adalah di bawah pusar. Berdasarkan hadits:
أَنَّ
عَلِيًّا رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ ، قَالَ : مِنَ السُّنَّةِ وَضْعُ الْكَفِّ عَلَى
الْكَفِّ فِي الصَّلَاةِ تَحْتَ السُّرَّةِ
“Ali radhiallahu’anhu berkata:
Termasuk sunnah, meletakkan telapak tangan di atas telapak tangan dalam shalat
di bawah pusar” (HR. Abu Daud 758, Al Baihaqi, 2/31)
Namun hadits ini sangat lemah
karena ada perawinya yang bernama Ziad bin Zaid Al Kufi statusnya majhul
‘ain, dan Abdurrahman bin Ishaq yang berstatus dhaiful hadits.
Adapun Syafi’iyyah dan Malikiyyah
berpendapat di bawah dada dan di atas pusar. Dalilnya hadits Wail bin Hujr:
كَانَ
رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَضَعُ يَدَهُ الْيُمْنَى
عَلَى يَدِهِ الْيُسْرَى ثُمَّ يَشُدُّ بَيْنَهُمَا عَلَى صَدْرِهِ وَهُوَ فِي
الصَّلَاةِ
“Rasulullah Shallallahu’alaihi
Wasallam meletakkan tangan kanannya di atas tangan kirinya kemudian mengencangkan
keduanya di atas dadanya ketika beliau shalat” (HR,. Abu Daud 759, Al
Baihaqi 4/38, Ath Thabrani dalam Mu’jam Al Kabir 3322)
Syafi’iyyah dan Malikiyyah memaknai
bahwa maksud lafadz عَلَى صَدْرِهِ adalah bagian akhir dari dada. Namun keshahihan hadits
ini diperselisihkan oleh para ulama. Yang tepat insya Allah, hadits ini lemah.
Letak kelemahannya pada perawi Mu’ammal bin Isma’il, yang dapat dirinci sebagai
berikut:
Sebagian ulama men-tsiqah-kannya,
bahkan termasuk Ishaq bin Rahawaih dan Yahya bin Ma’in. Namun Adz Dzahabi
menjelaskan: “Abu Hatim berkata: ‘Ia shaduq, tegar dalam sunnah,
namun sering salah’. Sebagian ulama mengatakan bahwa kitab-kitabnya dikubur,
lalu ia menyampaikan hadits dengan hafalannya sehingga sering salah”. Ibnu
Hajar juga mengatakan: “Shaduq, buruk hafalannya”. Sehingga yang tepat
ia berstatus shaduq, wallahu’alam.
- Dengan
statusnya yang shaduq, ia tafarrud dalam meriwayatkan hadits ini. Periwayatan
Mu’ammal dari Sufyan Ats Tsauri bermasalah.
- Periwayatan Mu’ammal menyelisihi para perawi lain
yang tsiqah yang meriwayatkan dari Sufyan Ats Tsauri dengan tanpa tambahan
lafadz عَلَى صَدْرِهِ
(di atas dadanya). Menunjukkan riwayat ini syadz.
Terdapat jalan lain yang
diriwayatkan secara mursal dari Thawus bin Kaisan dengan sanad yang
shahih. Dengan demikian hadits tentang letak sedekap di atas dada lebih tepat
kita katakan hadits mursal.
Juga dinukil sebagai salah satu
pendapat imam Ahmad bahwasanya letak sedekap adalah persis di atas dada, sesuai
zhahir hadits. Ini juga yang dikuatkan oleh Syaikh Muhammad bin Shalih Al
Utsaimin dan juga Syaikh Al Albani rahimahumallah.
Namun karena tidak ada hadits yang
shahih dari Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam tentang ini maka yang tepat
tidak ada batasan letak sedekap. Dalam hal ini perkaranya luas. Sedekap boleh
di atas dada, di bawah dada, di perut, di atas pusar maupun di bawah pusar
(lihat Sifat Shalat Nabi Lit Tharifi, 90).
Adapun bersedekap di dada kiri atau
di rusuk kiri, dan orang yang melakukannya sering beralasan bahwa itu adalah
tempatnya jantung, ini adalah alasan yang dibuat-buat yang tidak ada asalnya.
Selain itu ada hadits dari Abu Hurairah radhiallahu’anhu:
نهى أن يصلي
الرجل مختصرا
“Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam
melarang seseorang bertolak pinggang ketika sedang shalat” (HR. Bukhari
1220, Muslim 545)
dan perbuatan demikian walaupun
tidak sama dengan tolak pinggang, namun itu mendekati tolak pinggang. Selain
itu juga, perbuatan ini membuat badan tidak seimbang (lihat Syarhul Mumthi’,
3/37-38).
Sedekap
Setelah Ruku’
Sebagian ulama salaf menganjurkan
bersedekap setelah bangun dari ruku, diantaranya Al Qadhi Abu Ya’la, Ibnu Hazm,
dan Al Kasani. Mereka berdalil dengan hadits Wa’il bin Hujr radhiallahu’anhu:
رأيتُ رسولَ
اللَّهِ إذا كانَ قائمًا في الصَّلاةِ قبضَ بيمينِهِ على شمالِهِ
“Aku Melihat Nabi
Shallallahu’alaihi Wasallam berdiri dalam shalat beliau melingkari tangan
kirinya dengan tangan kanannya” (HR. An Nasa-i 886, Al Baihaqi 2/28,
dishahihkan Al Albani dalam Shahih An Nasa-i).
Lafadz إذا
كانَ قائمًا في الصَّلاةِ (ketika beliau berdiri
dalam shalat) dipahami bahwa sedekap itu dilakukan dalam setiap kondisi
berdiri dalam shalat
kapan pun itu, baik sebelum rukuk maupun sesudah rukuk. Namun ini adalah
pendalilan yang tidak sharih. Karena tidak ada dalil yang shahih dan sharih
mengenai hal ini, maka khilaf ulama dalam hal ini adalah khilaf ijtihadiyyah,
perkaranya luas dalam masalah ini. Imam Ahmad mengatakan:
أرجو أن لا
يضيق ذلك
“Saya harap masalah ini tidak dibuat
sempit”
Semoga bermanfaat.
Wallahu a'lam